Photo by Alexandre Croussette on Unsplash
Ketika burung telah siap terbang meninggalkan sarang. Bayangan bunga telah meninggi sepertiga bagian. Juga pintu dan jendela rumah tetangga mulai menyapa. Ada satu jendela yang masih terkunci. Jendela lantai dua itu.
Pemilik jendela lantai dua itu. Pagi ini tak
memberinya alasan untuk bangun. Kabar yang ia dapat menahan semua bagian
tubuhnya. Terpekur lama menatap lampu kamar yang sinarnya dikalahkan matahari.
Yang di dalam hatinya tak lagi menyimpan dirinya lagi
di dalam hatinya. Telah ada yang menggantikannya. Seperti sinar lampu kamarnya
yang digantikan sinar matahari.
Pemilik hati pemilik jendela lantai dua itu tak
memiliki hatinya lagi. Tempat itu telah tergantikan sosok lain.
Sajak ini ditulis untuk mengabarkan pada pemilik
hati pemilik jendela lantai dua itu. Ia juga tegas dan meski belum sepenuhnya
ikhlas melepasnya.
Akhir sajak ini adalah kabar untuk pemilik jendela
lantai dua itu di hari-hari yang belum tiba. Jika rindu itu masih saja menyapa
di hari yang belum tiba, sajak ini akan menahannya untuk pulang. Rindu itu tak
lagi memiliki alamat.
Akhir sajak ini adalah rindu terakhir pemilik
jendela lantai dua yang beralamat.
Selamat tinggal untuk rasa yang tersisa pemilik
jendela lantai dua. Juga selamat jalan hati yang tak lagi memiliki hati pemilik
jendela lantai dua.
0 Komentar