BIDUAN ITU... (1)

 




--Bagian Satu--


Wanita atau perempuan. Aku tak tahu harus menyebutnya dengan kata yang mana. Seorang ahli bahasa pernah berujar padaku, ada perbedaan makna diantara keduanya. Malangnya, ketika aku membutuhkan ingatan itu, ia tak muncul. Aku lupa perbedaan keduanya. Aku tak tahu harus menyebutnya apa. Wanita atau perempuan.

Hal yang sudah pasti bisa aku ceritakan dengan kepala tegak adalah ada aura yang berbeda padanya dibanding dengan sekumpulan orang di ujung ruang itu. Aura yang secara subjektif mulai aku definisikan untuk merasionalkan rasa tertarikku padanya. Aku menemukan sejuknya udara pagi di matanya. Aku menemukan kedamaian dalam senyumnya yang tipis. Jika aku mampu mengambar wajahnya dalam bentuk manga, maka senyumnya akan tergaris dengan sangat tipis, sampai kau tak bisa membedakan apakah gambar wajah ini tersenyum atau tidak.

Senyum tipis itu pula yang mengunci mataku, mengekor setiap pergerakannya menjelajahi ruangan. Dia adalah biduan orkes di sebuah kapal penyeberangan antar dua selat.

Hari itu adalah kepulanganku kembali ke negeri rantau. Kepulanganku? Mungkin aku salah menyebut. Haruskah aku menyebutnya keberangkatanku kembali. Ah..entahlah. Aku sudah merasa seperti memiliki dua rumah, dua kampung halaman. Rumahku bersama ibuku di negeri yang kini perlahan kutinggalkan. Rumahku bersama sahabatku, temanku di negeri yang jaraknya kini tengah ku tapaki.

Tak seperti biasanya. Mobil yang membawaku masuk ke kapal yang kecil, kumuh, dan sesak. Itu adalah penilaianku mengenai kapal itu. Tak ada kursi yang tersisa di dek penumpang. Walhasil, banyak penumpang yang memilih untuk duduk lesehan di pinggiran kapal, tak masuk ke dalam ruang penumpang. Rela diterpa angin laut yang berhembus di malam hari. Itu dari segi kapasitas ruang penumpang.

Penilaianku selanjutnya adalah tentang keramahan petugasnya. Tak ada keramahan sama sekali. Aku berani menyebutnya demikian setelah mendapatkan perlakuan yang menurutku tak seharusnya dilakukan oleh seorang petugas yang bekerja di sarana umum. Bukankah kapal penyebarangan merupakan sarana umum?

Aku berjalan menyusuri tiap lorong kapal itu. Mencari satu kursi saja yang kosong untukku beristirahat selama 3 jam pelayaran ini. Langkahku terhenti ketika melihat sebuah ruangan yang terlihat lengang. Aku membuka pintu, melangkah masuk. Petugas yang menjaga ruangan itu bergumam ketika aku masuk. Aku tak mendengar jelas apa yang ia katakan. Perhatianku terfokus pada kursi-kursi yang ada dalam ruangan itu. Mencari adakah kursi yang masih kosong. Sampai di baris terakhir, tak kutemukan kursi yang tak ada pemiliknya. Lunglai aku melangkah keluar. Saat itulah, aku mendengar jelas apa yang petugas itu katakan. Petugas yang ku sebut tak ramah tadi.

“Sudah dibilang penuh. Masih aja penasaran.” Petugas itu berkata dengan volume yang hampir tak terdengar olehku jika saja aku tak berjalan tepat didepannya. Sangat dekat. Dengan intonasi yang menjengkalkan. Aku pun berhasil di buat sebal oleh perkataannya.

Aku berjalan lagi mencari ruangan penumpang lainnya. Masih dengan rasa sebal dengan petugas itu. Oh..petugas itu benar-benar berhasil membuat hariku harus ditutup dengan emosi yang negatif. Bahkan berhasil mengambil beberapa paragraf cerita ini. Tanpa izin masuk menjadi tokoh yang tak diundang.

Cerita ini tentang wanita itu. Bukan. Tentang perempuan itu. Bukan. Tentang biduan itu. Tapi kenapa petugas kapal yang menyebalkan itu harus terselip dalam paragraf cerita. Membuat pikiranku teralihkan sejenak dari kejadian malam itu. Mengenai sosok biduan dengan senyum tipisnya yang berhasil mengunci mataku.

Lupakan mengenai petugas menyebalkan itu. Kita kembali pada alur cerita yang sebenarnya. Biduan itu. Sejenak aku merasa diriku tak wajar. Apa aku boleh merasa tertarik dengannya. Seorang biduan. Bukankah sudah menjadi prinsip yang diajarkan di setiap masjid, lewat nasehat orang tua. Prinsip yang tak dapat dibantah. Bahwa orang yang baik akan berjodoh dengan orang yang baik? Bukankah prinsip ini selalu menunjukkan kekuatannya dalam menjodohkan seseorang?

Lantas apa yang tengah terjadi malam ini? Dimana kekuatan prinsip itu? Atau aku yang masih jauh dari paham akan prinsip itu?

Posting Komentar

0 Komentar